UKM adalah singkatan dari usaha Mikro, kecil dan menengah. Ukm adalah salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara maupun daerah, begitu juga dengan negara indonesia. Ukm ini sangat memiliki peranan penting dalam lajunya perekonomian di masyarakat. Ukm ini juga sangat membantu negara/pemerintah dalam hal penciptaan lapangan kerja baru dan melalui ukm juga banyak tercipta unit-unit kerja baru yang menggunakan tenaga-tenaga baru yang dapat mendukung pendapatan rumah tangga. Selain dari itu ukm juga memiliki fleksibilitas yang tinggi jika dibandingkan dengan usaha yang berkapasitas lebih besar. Namun menurut Kuncoro (2007) ada empat karakteristik yang biasanya dimiliki oleh kebanyakan UMKM di Indonesia. Pertama, tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi. Kebanyakan industri kecil dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan yang memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya. Kedua, rendahnya akses terhadap lembaga-lembaga kredit formal sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang, perantara, bahkan rentenir. Ketiga, sebagian besar usaha ini belum memiliki status badan hukum. Keempat, hampir sepertiga UMKM bergerak pada kelompok usaha makanan, minuman, dan tembakau, barang galian bukan logam, tekstil, dan industri kayu, bambu, rotan, rumput, dan sejenisnya termasuk perabot rumah tangga.
Disadari atau tidak, bangsa Indonesia ini telah berada pada era globalisasi dan liberalisasi ekonomi yang menuntut adanya keseimbangan dan kemampuan dalam menghadapi suasana persaingan usaha yang semakin ketat. Kedua kondisi tersebut (Globalisasi dan Liberalisasi) adalah sesuatu yang tak dapat dihindarkan dalam tata ekonomi dunia. Karena itu, reformasi di bidang ekonomi dan bisnis secara konstitusional dan konsepsional yang bersifat terbuka dan dinamis dengan berorientasi pada kerakyatan berbasiskan kepada usaha mikro kecil dan menengah ini sangat diperlukan.
Reformasi tersebut harus senantiasa berpijak pada kesinambungan dari hasil-hasil positif yang telah dicapai selama ini. Pembangunan bidang ekonomi dan bisnis merupakan penggerak utama pembangunan nasional yang harus ditekankan pada pemberdayaan ekonomi rakyat. Dengan demikian, perhatian lebih besar seharusnya diberikan pada usaha mikro kecil menengah (UMKM) ini guna memperkuat posisi dan peran penting perekonomian negara Indonesia. Namun, yang terjadi saat ini, pemerintah lebih memprioritaskan sektor ekonomi skala besar yang mengagungkan konsep -nya.
Hasilnya, yang tumbuh subur bukanlah ekonomi kerakyatan, melainkan ekonomi konglomerasi. Dengan demikian, sudah dapat diduga bahwa kesenjangan sosial di negeri ini semakin hari akan semakin tinggi. Kesenjangan ini dapat di lihat dari keseharian kehidupan masyarakat sekitar. Golongan menengah ke atas akan semakin kaya, sedangkan golongan menengah ke bawah akan semakin terhimpit dengan keadaan perekonomiannya, dari sinilah muncul Konsep “Yang Miskin makin miskin, dan yang Kaya makin kaya”, Terkecuali bagi orang-orang tertentu yang mampu berusaha lebih keras dan giat lagi. Di era reformasi, sekaligus recovery ini sudah seharusnya bangsa Indonesia mengintrospeksi diri terhadap ketimpangan-ketimpangan perekonomian yang terjadi di Indonesia. Terutama mengenai prioritas yang harus lebih banyak pada ekonomi rakyat yang terbukti lebih mampu bertahan dalam mempertahankan diri saat krisis ekonomi melanda.
Berikut ini adalah data Perkembangan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) di Indonesia yang Penulis dapatkan dari tahun 2007 dan 2008 dari sumber Akuntansi UMKM;
Selama periode tahun 2007-2008, jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) mengalami peningkatan sebesar 2,88%. Berdasarkan informasi dari kementrian Bagian Data Biro Perencanaan kementrian Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia, UMKM memberi berbagai jenis kontribusi, antara lain sebagai berikut :
➢ Kontribusi UMKM terhadap Penciptaan Investasi Nasional;
-Pembentukan Investasi Nasional menurut harga berlaku : Tahun 2007, kontribusi UMKM tercatat sebesar Rp. 461,10 triliun atau 52,99% dari total investasi nasional sebesar Rp. 870,17 triliun. Tahun 2008, kontribusi UMKM mengalami peningkatan sebesar Rp. 179,27 triliun atau sebesar 38,88% menjadi Rp. 640,38 triliun.
➢ Kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional;
-PDB Nasional menurut harga berlaku : Tahun 2007, kontribusi UMKM terhadap PDB nasional menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp. 2.105,14 triliun atau sebesar 56,23%. Tahun 2008, kontribusi UMKM terhadap PDB nasional menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp. 2.609,36 triliun atau sebesar 55,56%
➢ Kontribusi UMKM dalam Penyerapan Tenaga Kerja Nasional; pada tahun 2008, UMKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar 90.896.207 orang atau 97,04% dari total penyerapan tenaga kerja, jumlah ini meningkat sebesar 2,43%.
Kontribusi UMKM terhadap Penciptaan Devisa Nasional; pada tahun 2008 kontribusi UMKM terhadap penciptaan devisa nasional melalui ekspor non migas mengalami peningkatan sebesar Rp. 40,75 triliun atau 28, 49%.
Menurut pengamat pakar ekonomi, Ada beberapa permasalahan mendasar yang harus dihadapi peungusaha kecil (Kuncoro, 2007 : 368). Pertama, kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar. Kedua, kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh jalur terhadap sumber-sumber permodalan. Ketiga, kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumber daya manusia. Keempat, keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil. Kelima, iklim usaha yang kurang kondusif karena persaingan yang saling mematikan. Keenam, pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurangnya kepercayaan dan kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil.
Dengan demikian untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam rangka pemberdayaan UMKM, maka diperlukan beberapa langkah strategis yang terencana, sistematis dan menyeluruh baik pada tataran makro maupun mikro yang meliputi:
1. Penciptaan iklim usaha dalam rangka membuka kesempatan berusaha seluas-luasnya, serta menjamin kepastian usaha disertai adanya efisiensi ekonomi melalui kebijakan yang memudahkan dalam formalisasi dan perijinan usaha, antara lain dengan mengembangkan pola pelayanan satu atap untuk memperlancar proses dan mengurangi biaya perijinan.
2. Pengembangan sistem pendukung usaha bagi UMKM untuk meningkatkan akses kepada pasar yang lebih luas dan berorientasi ekspor serta akses kepada sumber daya produktif sehingga dapat memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya, terutama sumber daya lokal yang tersedia.
3. Pengembangan budaya usaha dan kewirausahaan, terutama di kalangan angkatan kerja muda, melalui pelatihan, bimbingan konsultasi dan penyuluhan. Pelatihan diutamakan pada bidang yang sesuai dengan unit usaha yang menjadi andalan. Selain itu juga diperlukan pelatihan manajerial karena pada umumnya pengusaha kecil lemah dalam kemampuan manajemen dan banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak terdidik.
4. Diperlukan usaha pemerintah daerah untuk mengupayakan suatu pola kemitraan bagi UMKM agar lebih mampu berkembang, baik dalam konteks sub kontrak maupun pembinaan yang mengarah ke pembentukan kluster yang bisa mendorong UMKM untuk berproduksi dengan orientasi ekspor.
5. Untuk mengatasi kesulitan permodalan, diperlukan peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan lokal dalam menyediakan alternatif sumber pembiayaan bagi UMKM dengan prosedur yang tidak sulit. Di samping itu, agar lembaga pembiayaan untuk sektor UMKM menjadi lebih kuat dan tangguh, jaringan antar lembaga keuangan mikro (LKM) dan antara LKM dan Bank juga perlu dikembangkan.
Komunikasi yang berkelanjutan dan berkesinambungan antara pelaku UMKM dan pemerintah juga sangat diperlukan guna membangun interaksi yang konstruktif. Walaupun pada kenyataannya hal semacam ini hanyalah Janji-janji semata dan masih jauh dari harapan. Sampai saat ini Pemerintah masih belum banyak melibatkan para pelaku UMKM dalam perencanaan dan pembuatan kebijakan, sehingga kebijakan yang dihasilkan terkadang justru bersifat distorsif (Tidak Menemukan Jalan Keluar) terhadap perekonomian dan hal ini akhirnya akan memberatkan para pelaku UMKM.
Hasil survei Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) dan Asia Fondation 2011 menyebutkan bahwa 43% pelaku usaha yang disurvei menyatakan, pemerintah daerah (Pemda) tidak memberikan pemecahan masalah yang konkret bagi permasalahan yang dihadapi oleh para pelaku usaha.
Hampir 50% dari mereka bahkan meyakini bahwa permasalahan dalam dunia usaha tidak ditindaklanjuti oleh Pemda. Kalaupun ada permasalahan yang dipecahkan Pemda, pemecahan tersebut masih tidak sesuai dengan harapan mereka.
Dari hasil survei tersebut juga diketahui bahwa 68% dari pengusaha skala besar berpandangan bahwa Pemda mengerti akan kebutuhan mereka dan 22% dari mereka menganggap bahwa kebijakan Pemda memberikan pengaruh positif bagi usaha mereka.
Persentase ini jauh lebih besar dari pandangan para pelaku UMKM yang hanya 62% dari pelaku usaha menengah dan 58% saja dari pelaku usaha mikro yang menyatakan bahwa Pemda mengerti akan kebutuhan mereka. Sementara hanya 12% dari pelaku UMKM yang menganggap bahwa kebijakan Pemda berpengaruh positif terhadap usaha mereka. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan Pemda terhadap pelaku UMKM masih lebih kecil bila dibandingkan dukungan Pemda terhadap pelaku usaha menengah dan besar.
Pembentukan forum komunikasi merupakan salah satu cara yang sudah diperkenalkan Pemda kepada para pelaku UMKM sebagai mekanisme formal pelibatan para pelaku UMKM untuk ikut berpartisipasi dalam perencanaan dan pembuatan kebijakan pemerintah.
Namun, forum komunikasi tersebut belum akan membawa dampak yang signifikan jika sosialisasi akan keberadaannya tidak atau masih belum banyak diketahui para pelaku UMKM. Karena itu,kerja keras dari pemerintah melalui berbagai sarana diperlukan, sehingga forum tersebut dapat semua para pelaku usaha.
Harapannya, para pelaku usaha tersebut dapat memberikan kontribusi maksimal bagi penciptaan kebijakan yang dapat memberikan keuntungan bagi semua pihak. Para pelaku UMKM juga diharapkan dapat menciptakan dunia usaha yang kondusif serta membawa efek positif bagi pembangunan daerah dan pengurangan ketimpangan sosial dalam masyarakat.
Kesimpulan
dari data yang telah disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa UMKM merupakan pilar utama perekonomian Indonesia. Karakteristik utama UMKM adalah kemampuannya mengembangkan proses bisnis yang fleksibel dengan menanggung biaya yang relatif rendah. Oleh karena itu, adalah sangat wajar jika keberhasilan UMKM diharapkan mampu meningkatkan perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Namun Hubungan dan interaksi antara pemerintah dan pelaku UMKM merupakan fokus perhatian yang sangat penting bagi dukungan perkembangan UMKM karena hubungan dan interaksi tersebut merupakan bagian dari gambaran proses bagaimana pengetahuan itu disalurkan atau dikomunikasikan sehingga mampu menghasilkan pengetahuan yang baru. Harus tercipta juga kebijakan yang kondusif, iklim usaha yang lebih menggairahkan, serta saling pengertian dan kesepahaman anatar kedua belah pihak. Dengan begitu, kita dapat berharap roda perekonomian dapat berputar semakin cepat dan kesejahteraan masyarakat akan dapat lebih ditingkatkan.
Referensi:
• Akuntansi UMKM (Dr. Sony Warsono, MAFIS, Ak,. Dkk)
• Kuncoro, Mudrajad. 2007. Ekonomika Industri Indonesia : Menuju Negara Industri Baru 2030? Penerbit Andi. Yogyakarta.
• H KARJADI MINTAROEM Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (Unair), Pengamat UMKM
• http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/409402/